Hamil dan melahirkan di Taiwan: trimester 1. Siap lahir batin untuk hamil dan melahirkan?

Usia kehamilan kurang lebih 11 minggu.

Pemeriksaan pertama kehamilan saya kali ini dimulai pada UK 11 mingguan. Oleh bagian pendaftaran NCKUH, sy dipilihkan dokter obsgyn perempuan. Di NCKUH ini kalau ada mbak-mbak berkerudung yg periksa, sebisa mungkin dicarikan dokter perempuan, terutama kalau periksa di poli obsgyn. Alhamdulillah saya mendapatkan dokter yang komunikatif dan bahasa inggrisnya bagus.

Pada pemeriksaan pertama, saya melakukan USG transvaginal. USG ini dilakukan dengan memasukkan alat USG ke vagina. Kenapa harus USG transvaginal? Karena saat dilakukan pemeriksaan menggunakan USG biasa, embrionya tidak terlalu terlihat. Selain itu, di pemeriksaan pertama ini, saya juga melakukan tes urin dan darah. Tes darah dilakukan untuk mengetahui potensi HBsAg [Hepatitis B surface antigen], HIV screening for pregnant women) [HIV screening (pregnant women)], Rubella Ab IgG (Preventive care) [German measles IgG antibody (preventive care)], Be Ag [B Hepatitis e antigen] CBC (including Plt) [Complete blood cell count (including Plt)] RPR / VDRL [Syphilis antibody screening (card method)] ABO Type [ABO blood group measurement], Rh typing D [D) blood group measurement]. Ternyata biayanya ya ga mahal-mahal banget. Total biayanya 570 NTD udah termasuk biaya pendaftaran (150 NTD) dan tes darah untuk semua screening tadi. Artinya ya standar lah, ga trus mahal banget, barangkali karena sy pakai NHI (BPJS nya Taiwan).

Topik utama dan konsultasi pemeriksaan saya oleh dokter adalah pemeriksaan kromosom, karena saya hamil di usia lanjut. Pemerintah Taiwan ternyata sangat aware dengan ibu hamil di usia yang udah ga muda lagi. Jadi, di Taiwan ini, ibu hamil yg berusia di atas 34 tahun diasumsikan berusia lanjut, dan diarahkan untuk screening down syndrome, selain screening HIV dkk. Pas saya cerita ke ibu, ibu saya sempat protes, “Lha nembe umur semono, 40 tahun wae durung, kok diomongi hamil di usia lanjut. Njuk jaman mama ndisik hamil adikmu umur 40 tahun mesti statuse hamil di usia uzur?” Wkwkwk. Ya beda negara, beda kebijakan kali ya.. Taiwan memang negara yang agak “rewel” masalah kesehatan. Keselamatan 1 nyawa itu berharga banget. Jadi pemerintah Taiwan ga mau ambil resiko untuk hal-hal yang berbau kesehatan dan keselamatan.

Dokter obsgyn saya bener-bener serius menjelaskan screening down syndrom ini. Gimana prosedurnya, termasuk kemungkinan tes amniosentesis, atau pengambilan sampel ketuban, yang keakuratannya 99%. Tapi saya disuruh pikir-pikir, karena ini adalah tes invasif. Tes down syndrome lainnya yang bisa dilakukan adalah blood test, tapi tingkat keakuratannya 60-80%. Selesai pemeriksaan pertama, saya diberi buku panduan kehamilan (kalau di Indonesia adalah buku KIA, tapi khusus ibu, karena nanti saat anak lahir ada lagi buku khusus informasi dan oerkembangan anak) yang MasyaAllaah ternyata bilingual. Berbahasa mandarin dan Bahasa Indonesia. Jadi walaupun bukunya tebal, saya ga akan gagal paham dengan penjelasan istilah-istilah medisnya. Di buku itu juga ada form-form yang berisi kemajuan pemeriksaan kehamilan. Saya pelajari betul bukunya. Saya malah merasa ini jadi kayak belajar dari awal dengan lebih detail dari jaman kehamilan pertama dulu, karena info di buku itu lengkap bangettt. Mulai dari pentingnya pemeriksaan kehamilan sejak dini, penyakit bawaan janin, berbahaya atau tidaknya USG, sampai mencegah dan mengatasi depresi pasca melahirkan, serta tes pap smear gratis setelah melahirkan. Di halaman pertama buku itu juga dituliskan undang-undang perlindungan ibu menyusui. Bahwa ibu menyusui dilindungi dan barang siapa melarang, mengusir, atau mengganggu, maka akan dikenakan denda 6000-30000 NTD. Jadi ibu-ibu di sini memang diusahakan untuk diedukasi sedini mungkin lewat membaca ya.. Karena seorang ibu adalah tumpuan masa depan bangsa. Informasi-informasi di buku panduan kehamilan itu nanti juga sebagai bahan pertanyaan atau diskusi saat konsultasi dengan dokter ya..

Tiap selesai baca beberapa bagian dari buku panduan kehamilan, saya juga mengajak suami diskusi, dan alhamdulillah suami kalau saya ajak diskusi juga kliatan tertarik. Jadi saya ga merasa sia-sia ngomyang di depan suami mengenai info ini dan itu. Ya ini memang kayak jadi pengalaman pertama hamil buat kami, karena walaupun anak udah 2, tapi udah banyak yang lupa ilmu dan pengalamannya. Tiap habis periksa, anak-anak juga saya tunjukin USG perkembangan adiknya yang masih di perut emaknya, agar mereka mulai kenal dan aware dengan adiknya. Foto hasil USG-nya memang mudah dilihat, jadi anak nomer 2 sering minta dilihatin hasil USG. Kangen pengen liat adik, katanya. Oiya sebelum USG biasanya kita diminta pipis dulu, supaya hasil USG-nya clear ya..

Suami juga bener-bener wanti-wanti saya ga boleh stress walaupun hamil saat sekolah dan di perantauan. Jadi saya berusaha sebisa mungkin mengontrol dan mengelola emosi saya. Beberapa kali saya nglembur kerja di rumah sampai jam 2-2.30 pagi, dan harus bangun lagi jam 5 buat masak, dll. Ada sedikit rasa stress, tapi biasanya menjelang stress dan perut agak kenceng-kenceng, biasanya saya akan berhenti, dan segera tidur. Di lab juga saya usahain tidur siang, dan habis isya’ selalu tidur dulu sebelum kerja lagi. Buat ngurangin stress, saya workout dikit-dikit, termasuk badminton. Tapi kalau badminton, saya ga berani lawan orang lain, cuma berani lawan suami, sehingga slalu dikasih bola enak, jadi yg penting gerak dikit dan ga loncat-loncat. Ga berani smash sambil lompat ala minions. Kalaupun lawan orang lain, beraninya ganda campuran sama suami. Saya di depan, suami di belakang. Jadi jangkauan pergerakan saya lebih terukur dan terbatas. Alhamdulillah kuliah saya juga dapat pembimbing yang ga rewel, jadi memudahkan proses kehamilan saya. Beliau ga saya kasih tau kalau saya hamil, hehee..

3 comments

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.